“Kalung Salut” from Kenya-Nairobi

Proses Youth In Action (YIA )

Kegiatan Youth In Action, dilaksanakan di Kenya, Nairobi yang diikuti oleh 19 orang peserta yang terdiri dari laki-laki  7 orang dan perempuan sebanyak 12 orang. Dari 5 negara, yakni Amerika Serikat, Indonesia, Kenya, Burundi dan Somalia dan dari segi ras, terdapat 3 orang ras Mongoloid, 3 orang ras Kaukasoid, dan 13 orang ras Negroid. Kegiatan ini dilaksanakan oleh American Friens Service Commite (AFSC) yang  berlangsung selama 5 hari dari Selasa – Sabtu, 20 – 24 Maret 2018 di Hotel Boma, South C, Red Cross Road, Off Mombasa Rd, Nairobi, Nairobi, Kenya.

 Foto bersama seluruh peserta YIA 2018 bersama fasilitator (Nia, Jenine, Samuel)

Tema besar yang dibahas dalam kegiatan ini adalah rasisme (yang lebih di fokuskan pada warna kulit antara kulit putih dan kulit hiitam), Kolonialisme dan Imperialisme dengan tagar “Menolak dan Membangun”. (#ResistAndBuild)

Salah satu dinamika yang bagus adalah pada sesi kerjasama kelompok yang menjaga “komunitas Ideal” dari jangkauan investor dan penilai kelompok (pelaku luar). Ada kelompok yang pasrah ketik komunitas mereka di coret, diinjak di rubah, namun ada kelompok yang mempertahankan komunitas mereka dari pelaku luar, sampai harus berlarian untuk menghindar. Kelompok kami sangat kompak menjaga komunitas dengan baik, tetapi masih dapat di rusak oleh pelaku luar karena pelaku luar menggunakan berbagai cara untuk mengganggu, merubah dan mempengaruhi “Komunitas ideal” dan disitu terjadi pembelaan luar biasa oleh seluruh peserta.

Keseluruhan proses YIA Kenya, menyatakan bahwa generasi Muda harus MENOLAK segala bentuk rasisme baik oleh manusia dan opini media, menolak kolonialisme dan imperialisme pemerintahan, perusahaan baik dengan alasan kehidupan ataupun keamanan. Oleh karena itu orang muda perlu MEMBANGUN perdamaian, kenyamanan dan melakukan perubahan. Salah satu cara baik yang perlu dimulai adalah menghentikan setiap ujaran kebencian di level orang muda, dewasa, pelaku bisnis, politik dan pengambil kebijakan. Ujaran kebencian menjadi akar dari semua tindakan diskriminasi yang di alami diseluruh bagian dunia.

Kegiatan YIA merupakan proses peningkatan pengetahuan dan sensitivitas orang muda terhadap “The Power”, “KEKUASAAN” yang disalahgunakan menjadi catatan penting untuk dilawan dalam kegiatan ini. Sejarah tentang kolonialisme dan imperalisme dijelaskan langsung dengan tour mengitari kota Nairobi dimana sistem pemerintahan Nairobi masih meneruskan sistem Kolonialisme dan orang mudanya masih terprovokasi untuk melakukan kekerasan setiap tahun politik berlangsung.

Secara pribadi rasa sensitive saya terbangun terkait “Hitam dan putih”. di Indonesia pun masih banyak penilaian Kulit putih lebih cantik/ganteng dari kulit hitam…. Bahkan wilayah timur yang sering terlupakan dalam pembangunan Indonesia di banding wilayah barat. Ada hal-hal yang sudah tidak menjadi masalah antara hitam dan putih di Indonesia dan dianggap wajar karena sensitive kita tidak terbangun dan terlanjur mengikuti opini yang dikelola oleh perusahaan/media. Misalnya “harga Hp warna Hitam lebih murah dari harga hp warna Putih” dan para penjual tidak memiliki alasan jelas selain mengatakan “karena beda warna saja ….” Dan sebagai konsumen kita menerima saja…???

 

   “KALUNG SALUT”

Dalam kegiatan YIA, yang juga menarik adalah metode – metode yang digunakan oleh fasilitator. Fasilitator menggunakan seni tari, musik dan aneka peralatan sebagai media perantara memahami rasisme, kolonialisme dan imperialisme. Ada sesi dimana peserta diminta untuk merancang kalung yang bermakna perlawanan terhadap diskriminasi yang terjadi dikomunitas. Metode ini bagi saya sangat menarik, berwarna dan cocok untuk orang muda.

Oleh karena itu saya mengambil tindak lanjut dari metode ini, mengkolaborasikannya dengan media kampanye orang muda untuk mengakhiri ujaran kebencian dan menyampaikan nilai-nilai positif sebuah perjuangan perubahan. Sehingga tercipta kalung-kalung apresiasi bagi orang-orang yang melakukan perubahan positif dan melawan diskriminasi yang disebut “Kalung Salut”.

 

 

 


Lusia Carningsi Bunga

Lusia Carningsi Bunga, kelahiran Maumere, 27 April 1991,Lulusan FKIP UNDANA thn 2014. Sejak di bangku Kuliah thn 2012, penulis mulai menjadi Relawan KOMPAK, dan thn 2013 di percayakan menjadi Staff program “Semai Damai” Cis Timor. Hingga Kini tetap Concern mengorganisir orang muda lintas Agama dalam membangun ruang-ruang perjumpaan dan praktek-praktek Kehidupan sosial Lintas agama Orang muda sebagai generasi/kader Cinta Damai. Sejak 2015-sekarang menjadi Koordinator Program Keberagaman-CIS Timor

Share your love
Avatar photo
Jenet Tameon
Articles: 5

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *