Save The Children Indonesia melaksanakan Kegiatan Training of Trainer Bagi Focal Point Safeguarding (Child Safeguarding/CSG and Protection from sexual exploitation and abuse/PSEA) pada 28 – 30 Juli 2022 di Jawa Barat tepatnya di wisma Hijau Jl Mekarsari no 15, Kota Depok. Adapun peserta yang terlibat sebanyak 28 orang utusan lembaga Mitra save the children dari berbagai provinsi di Indonesia yakni Perkumpulan Relawan Cis Timor, Yayasan Panorama Alam Lestari, GAPEMASDA, Yayasan Pulih, Politeknik akbara Surakarta, Yayasan Penmasata Belu, Yayasan geutanyoe, Yayasan Celosia Marennu indonesia, PKBI DIY, PKBI Jogja, Yayasan Idep, Selaras Alam, Perkumpulan Stimulant Institute Sumba, Bengkel APPeK, LPP Bone, PBI NU Jawa Barat, IBU Foundation, New Future Disaster Management Center (NFDMC), Sulawesi Community Foundation, Sulawesi Community Foundation, JEMARI Sakato, Jalin Foundation, Migrant Care, Yayasan Wahana Komunikasi Wanita dan Wadjo Foundation.
Tujuan Pelatihan ini dilaksanakan yakni pertama Mendukung pengembangan dan implementasi kebijakan CSG dan PSEA pada Lembaga/ organisasi mitra, kedua Lembaga/organisasi mitra save the Children memiliki focal point safeguarding yang memiliki keterampilan dalam memfasilitasi pelatihan CSG dan PSEA pada staff, relawan, dan mitra dari lembaga/organisasi dan ketiga agar sama-sama menciptakan ruang aman dan nyaman bagi perlindungan anak dalam program kerja lembaga mitra.
Pelatihan ini difasilitasi oleh tim Fasilitator yakni Eko Kriswanto, Suratman dan Brata Manggala. Materi-materi modul untuk peserta antara lain tentang: 1. Anak dan Perlindungan anak (usia 18 tahun ke bawah hingga dalam kandungan) 2. Kekerasan pada anak & Grooming dan pelaku profesional 4. CSG (KPA) dan PSEA (PEPSS) 5. Assesment Resiko lembaga.
Proses pelatihan dimulai dengan penyamaan konsep bahwa “Pembedaan gender melahirkan Diskriminasi dan Ketidakadilan pada jenis Kelamin tertentu (ketidakadilan Gender) berupa Beban Ganda, Marginalisasi, Subordinasi, Sterotype dan Kekerasan yang biasa dikenal dengan Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
Bung Suratman menegaskan bahwa ada 4 point mengapa hak anak berbeda dengan Hak Asasi Manusia pada umumnya yang sudah ada, yakni 1) Anak tidak memiliki hak untuk bekerja 2) Anak tidak memiliki hak atas perkawinan 3) Anak tidak memiliki hak politik dan 4) Anak tidak memiliki hak atas properti/aset, oleh karena itu anak-anak perlu untuk diilindungi dan dibicarakan/diperhatikan secara khusus.
Selain itu Bung Suratman menjelaskan menurut Konvensi Hak Anak, prinsip-prinsip yang diterapkan ialah:
- Memastikan Non diskriminasi yakni upaya pemenuhan hak harusnya sama untuk semua anak, layanan yang diberikan dapat diakses oleh semua anak dimanapun.
- Memastikan Hak hidup yakni kelangsungan hidup dan perkembangan anak: apapun yang dilakukan penting untuk memastikan anak hidup, tidak dipukuli,dihina an lainnya
- Memastikan Kepentingan terbaik bagi anak yakni apapun yang dilakukan demi kepentingan terbaik anak, bukan seolah-olah untuk kepentingan anak, padahal sebenarnya keinginan orangtua/orang dewasa.
- Memastikan Menghargai pandangan anak yakni baik kata-kata atau ekspresi, selalu bertanya apa yang terbaik buat si anak/ menurut dia dengan menyesuaikan usia dan kematangan anak.
Bagi lembaga mitra yang memiliki program dengan anak atau program yang memiliki kontak dengan anak, penting sekali lembaga memiliki Kebijakan Perlindungan Anak (CSG) dan kebijakan Perlakuan Ekspoitasi Salah Seksual (PSEA) karena 1) Tidak ada satupun orang yang tidak berpotensi melakukan pelanggaran 2) sebagai Bentuk komitmen dan tanggung jawab organisasi dalam memberikan perlindungan bagi anak dan 3) Memastikan terjaganya reputasi organisasi dan orang-orang yang terkait.
“KPA (CSG) merupakan bentuk perlindungan lembaga dari segala bentuk kekerasan yang dialami anak usia 18 thn ke bawah sedangkan PEPSS (PSEA) bentuk perlindungan lembaga dari segala perlakuan seksual seperti eksploitasi, perlakuan salah dan pelecehan baik kepada anak maupun orang dewasa. Baik CSG & PSEA orang-orang yang diberlakukan kebijakan ini (dipagari) adalah Managemen, staff, relawan, konsultan ataupun vendor yang bekerja maupun bekerjasama dengan lembaga. Karena berangkat dari pemahaman bahwa tidak ada satupun orang yang tidak berpotensi menjadi pelaku. Oleh karena itu penting untuk adanya kebijakan internal lembaga tersebut” ucap Dismas Fernando dari Relawan CiS Timor
Point penting lainnya yang ditekankan oleh ke 3 fasilitator yakni Baik CSG dan PSEA dilakukan untuk mengikat semua orang yang bekerja diinternal lembaga termasuk mitra (Management, Staff, Relawan, Konsultan, Narasumber, fasilitator, vendor, satpam, cleaning service), dengan fokus area dalam kebijakan ini yakni Pencegahan (75%) dan penangan (25%).
Rencana tindak lanjut dari kegiatan ini antara lain Penyusunan dan pengembangan dokumen KPA & PEPSS. Perkumpulan Relawan cis Timor sendiri sudah memiliki Kebijakan Perlindungan Anak sehingga akan menindaklanjuti dengan perubahan/penambahan poin-poin yang kurang. Selain itu penting untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi semua staf, relawan, konsultan, mitra dan vendor dan pihak terkait, Mengembangkan asesmen risiko dan strategi mitigasi juga Melaksanakan monitoring dan evaluasi di internal perkumpulan relawan cis timor.
“Perkumpulan Relawan CIS Timor sudah memiliki KPA dan PEPSS, dengan pelatihan ini kami akan mengusulkan kepada managament untuk meninjau kembali Kebijakan Lembaga yag sudah ada. Khususnya melihat point point-point penting seperti pembagian peran Direktur, HRD dan Vocal Point ataupun terkait klausul-klausul spesifik terkait mekanisme penerimaan laporan hingga mekanisme rujukan” tegas Ningsi Bunga utusan CIS Timor.
Diakhir hari 3 pelatihan, fasilitator membagi kelas menjadi 2 bagian yakni bagian mitra yang sudah memiliki Kebijakan dan yang belum memiliki kebijakan. Bagian yang belum memiliki kebijakan diharapkan segera membuat agenda untuk menyusun kebijakan internal, sedangkan yang sudah memiliki kebijakan lembaga diharapkan untuk memeriksa kembali apakah kebijakan yang sudah ada memiliki semua komponen.
“Teman-teman perhatikan secara khusus pada kebijakan yang sudah ada tersebut sudahkah memuat komponen seperti Pernyataan komitmen lembaga, tujuan,Prinsip, Definisi, Ruang Lingkup,Langkah-langkah Implementasi (pencegahaan dan Mitigasi), Kode Etik, Panduan Komunikasi, Pembagian peran dan Tanggung Jawab, Mekanisme pelaporan dan Penanganan serta monitoring dan Review. Biasanya kode etik itu menjadi bagian dari Kebijakan bukan berada diluar dari kebijakan” Tegas Bung Suratman
Kegiatan di tutup oleh Wiwid Trisnadi selaku Senior Manager Humanitarian Save The Children. Beliau menyatakan bahwa “Semoga dengan pelatihan ini, dapat membantu kemandirian masing-masing lembaga. Tentunya manfaatnya baik bagi lembaga teman-teman tidak hanya untuk Save The Children (STC). Semoga hingga akhir Desember 2022 ini semua lembaga sudah memiliki kebijakan perlindungan anak masing-masing dan jika ada kendala boleh informasikan kepada STC atau kepada bung Eko dan timnya. Itu saja dan sampai jumpa lagi di lapangan, di wilayah teman-teman. Terimakasih”